Jakarta – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), M. Nurullah RS, meminta kepada insan pers dan masyarakat untuk mengawal sidang korupsi kasus timah senilai Rp300 triliun yang sedang berlangsung.
Sidang ini mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Kasus korupsi timah yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun sudah mulai disidangkan. Saya meminta kasus ini dikawal hingga tuntas,” tegas Nurullah pada Kamis (1/8/2024).
Ketua PWDPI juga mengingatkan akan pentingnya pengawasan publik dalam kasus ini, merujuk pada kasus hakim di Surabaya yang membebaskan pelaku pembunuhan. “Banyak oknum hakim yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Dia juga meminta aparat hukum untuk menghukum pelaku korupsi seumur hidup dan tanpa remisi serta memiskinkan mereka. “Saya minta pelaku dihukum seumur hidup dan dimiskinkan. Sudah cukup masyarakat menderita oleh para koruptor,” tegas Nurullah.
Sidang ini melibatkan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Babel, Suranto Wibowo dan Amir Syahbana, yang didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan sejumlah uang yang dinikmati terdakwa dan pihak lain, termasuk Amir Syahbana yang diduga memperkaya diri hingga Rp352 juta.
Selain itu, beberapa pihak lain juga disebut menikmati keuntungan besar. Misalnya, Suparta melalui PT Refined Bangka Tin sebesar Rp4,57 triliun dan Thamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkasa sekitar Rp3,66 triliun. Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa diduga mendapat keuntungan sekitar Rp1,92 triliun.
Rusbani, terdakwa lainnya, mengikuti sidang di Kejaksaan Negeri Bangka karena kondisi kesehatan. Para terdakwa diduga lalai dalam pengawasan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), yang menyebabkan perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal.
Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa ketiga mantan Kadis ESDM ini mengetahui penyimpangan dalam tata kelola pertambangan di Bangka Belitung, tetapi tidak melaporkannya ke Kementerian ESDM. Amir Syahbana juga dijerat atas perannya saat menjadi Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam Dinas ESDM Babel, karena menerima uang dari Achmad Albani.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara. Para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Ketua PWDPI menekankan pentingnya pengawasan publik dalam kasus ini untuk memastikan keadilan ditegakkan dan mencegah korupsi di masa depan.