Menu

Mode Gelap
Kodim 0724/Boyolali Dukung Pencanangan Wamentan dalam Program Perluasan Areal Tanam Padi Babinsa Koramil 03/Masaran: Menjalin Kemitraan Erat dengan Petani untuk Ketahanan Pangan Nasional Polresta Surakarta Perketat Pengawasan Jelang Derby Jateng Persis Solo vs PSIS Semarang Polsek Bukateja Ungkap Kasus Diduga Penipuan dan Penggelapan Sepeda Motor di Purbalingga Kapolri Terima Penghargaan Extraordinary Dedication of Patriotism dari CNN Indonesia Kebersamaan TNI dan Warga Desa Bade dalam Pembongkaran Rumah Bapak Sumarjo

News

Pasangan Anak SMP Menikah di Pemalang: Proses dan Reaksi Masyarakat

badge-check


					Sumber gambar Facebook Perbesar

Sumber gambar Facebook

Pemalang – Sebuah peristiwa yang mengundang perhatian publik terjadi di Desa Pelutan, Pemalang. Dua anak sekolah menengah pertama (SMP) yang masing-masing berusia 14 tahun menikah. Berita ini pertama kali dilansir melalui grup Facebook “Sisi Lain Kota Tegal”.

Dua anak SMP yang menikah adalah seorang pria dan wanita, keduanya berusia 14 tahun. Nama mereka tidak disebutkan demi menjaga privasi. Pernikahan ini dilakukan dengan restu dari kedua orang tua mereka.

Pernikahan ini digelar dengan sederhana, hanya dihadiri oleh keluarga dekat. Proses akad nikah berlangsung di rumah mempelai perempuan dan dilakukan secara agama yang sering disebut sebagai “kawin kyai”.

Dalam tradisi ini, pernikahan dilakukan oleh seorang pemuka agama (kyai) yang meresmikan ikatan suci di hadapan Tuhan dan keluarga.

Acara pernikahan dilangsungkan di Desa Pelutan, yang terletak di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Desa ini dikenal sebagai daerah yang masih memegang kuat tradisi dan adat istiadat lokal.

Akad nikah dilangsungkan pada awal bulan Juni 2024. Tepatnya, pada hari Minggu, yang umumnya dipilih untuk acara-acara besar di banyak daerah di Indonesia karena lebih memungkinkan banyak anggota keluarga untuk hadir.

Alasan utama di balik pernikahan ini belum sepenuhnya jelas, namun seringkali pernikahan di usia muda dalam konteks seperti ini terjadi karena beberapa faktor.

Faktor budaya dan tradisi, tekanan sosial, serta pemahaman yang berbeda tentang usia pernikahan bisa menjadi pendorong. Ada juga kemungkinan adanya alasan-alasan pribadi atau keluarga yang mendorong keputusan ini.

Pernikahan ini dilakukan dengan prosesi adat yang sederhana. Tidak ada pesta besar atau perayaan mewah. Acara ini lebih berfokus pada upacara keagamaan dan restu dari keluarga.

Dalam foto-foto yang tersebar di media sosial, terlihat kedua mempelai mengenakan busana tradisional dengan raut wajah yang menunjukkan campuran antara kegembiraan dan ketidakpastian.

Berita ini segera menyebar dan mengundang beragam reaksi dari masyarakat. Di media sosial, beberapa orang mengucapkan selamat dan mendoakan agar pasangan muda ini mendapatkan kehidupan yang sakinah, mawadah, warohmah.

Namun, tidak sedikit juga yang merasa prihatin dan mengkritik keputusan tersebut.

Banyak yang berpendapat bahwa usia 14 tahun masih terlalu muda untuk menikah dan memikul tanggung jawab besar seperti berkeluarga. Aktivis perlindungan anak dan organisasi non-pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini.

Mereka menyoroti pentingnya pendidikan dan masa depan anak yang masih panjang dan seharusnya tidak terbebani oleh pernikahan di usia dini.

Menurut para pakar, pernikahan di bawah umur dapat membawa dampak negatif baik secara fisik maupun mental bagi anak-anak. Dr. Anita, seorang psikolog anak, menyatakan bahwa “anak-anak di usia 14 tahun masih berada dalam fase perkembangan yang sangat penting. Mereka belum matang secara emosional maupun fisik untuk menghadapi tekanan dan tanggung jawab pernikahan.”

Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya edukasi dan perlindungan anak. Di tengah kontroversi dan berbagai pandangan, yang paling penting adalah memastikan masa depan anak-anak Indonesia tetap cerah dan penuh harapan.

Mari kita doakan yang terbaik untuk pasangan muda ini dan berharap agar mereka mendapatkan bimbingan yang tepat dalam menjalani kehidupan berumah tangga di usia yang sangat muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Lanenna

    Saya ingat cerita orang tua dulu bahwa mereka menikah pada saat usia masih belasan tahun. Jadi apa yang dikuatirkan bbrp kalangan bhw terkait dengan kesehatan, sy fikir terbantahkan. Pendahulu kita semua rata2 menikah di usia balikh tapi toh anak2nya masih sehat2. Justru sekarang baru dapat angin malam langsung sakit. Menurut saya sih jika keluarga keduanya sdh mengizinkan tdk usah lagi di permasalahkan. masih banyak permasalahan yang lebih besar harus difikirkan dari sekedar pernikahan usia Dini. Lebih baik mosi tdk percaya thdp para pejabat negara dan penguasa yang korup dan KKN gaya Baru. 10 orang warga kawin usia dini tdk berpengaruh kehidupan Negara, tapi Pejabat dan Penguasa yang KORUP DAN KKN GAYA BARU itu yg akan menghancurkan Negara. BERFIKIR YANG WARAS DAN SKOP LEBIH LUAS.

    Balas
semua sudah ditampilkan
Baca Lainnya

Memori HP Android Penuh? Begini Cara Mengosongkannya Tanpa Menghapus Aplikasi

19 September 2024 - 14:49 WIB

Pengamanan Ketat Kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta: Relawan GBRP dan Polda Metro Jaya Sterilisasi Jalan

6 September 2024 - 09:29 WIB

Kunjungan TK Darma Wanita Nguneng ke Agrowisata SJA Farm: Edukasi Sejak Dini Tentang Pertanian

31 Agustus 2024 - 22:18 WIB

Pemuda Dusun Gondang Desa Nguneng, Eko Pambudi, S.Pd.I, Sukses Bertani Sayuran

29 Agustus 2024 - 19:01 WIB

Putera Terbaik Lampung Duduki Posisi Kepala Kantor KSOP Kelas I Palembang

20 Agustus 2024 - 07:43 WIB

News Berita