Kabar Ngetren/Boyolali – Dalam rangka memperingati Malam 1 Suro, Dandim 0724/Boyolali Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo, S. Pd. M. Han. bersama dengan Forkompimda Kabupaten Boyolali menghadiri acara tradisi Kirab Sedekah Gunung dan Larungan Kerbau ke puncak Gunung Merapi yang berlangsung pada Minggu, (7/7).
Menurut Paiman Hadi S, salah satu tokoh adat setempat, tradisi ini memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat lereng Gunung Merapi, khususnya Desa Lencoh, Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Tradisi yang pertama kali dilakukan oleh Pakubuwono VI ini tidak pernah terputus hingga kini. Masyarakat setempat selalu menjalankannya meski dalam kondisi apapun, sebagai bentuk rasa syukur atas karunia alam yang subur serta untuk menghindari mara bahaya dari Gunung Merapi.
“Ini sudah menjadi adat budaya,” ujarnya. Tradisi Kirab Sedekah Gunung dan Larungan Kepala Kerbau dianggap sebagai wujud syukur dan permohonan perlindungan dari bahaya Merapi. “Tradisi ini sudah ada sejak Kanjeng Sunan Pakubuwana ke VI,” tambahnya.
Diceritakan bahwa pada masa itu, Kanjeng Sunan membawa seekor kerbau lengkap dengan ubo rampe-nya ke puncak Gunung Merapi. Kerbau tersebut disembelih di Pasar Bubrah Gunung Merapi, kemudian kepala kerbaunya dilarung ke kawah puncak Merapi, sementara dagingnya dibawa turun kembali dan dibagikan kepada masyarakat sekitar.
“Sejak saat itu, tradisi ini selalu dijalankan oleh masyarakat. Hanya saja, yang dilarung biasanya hanya sesajinya saja. Khusus untuk Larungan Kepala Kerbau, baru dikerjakan lagi mulai tahun 1991,” jelas Paiman.
Tradisi ini telah berlangsung selama 33 tahun, dengan kepala kerbau dibawa naik ke puncak Gunung Merapi. Meskipun membawa beban berat, petugas yang mengangkat kepala kerbau tersebut tampak seolah tidak membawa beban apapun. Menariknya, dari beberapa orang dalam rombongan pengantar ke puncak, mereka yang membawa kepala kerbau berjalan lebih cepat.
“Yang membawa itu gantian. Saat membawa kepala kerbau, jalannya lebih cepat. Enggak tahu apa penyebabnya,” pungkasnya.
Acara tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat setempat, sekaligus menjadi simbol penghormatan terhadap alam dan leluhur.
Sumber: Pendim 0724/Boyolali, editor: Agus Kemplu.