Kabar Ngetren/Semarang – Tim Satgas Mafia Tanah Ditreskrimsus Polda Jateng berhasil mengungkap kasus mafia tanah yang melibatkan tiga orang tersangka. Ketiga tersangka tersebut adalah DI, AH, dan seorang perempuan NR, yang ditangkap atas tindakan mereka merebut lahan milik 11 petani di Kota Salatiga.
Dalam konferensi pers di Mako Ditreskrimsus Polda Jateng, Jl. Sukun Raya Banyumanik, Semarang, pada Senin, (29/7), Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, didampingi oleh Dirreskrimsus Kombes Pol Dwi Subagyo, mengungkapkan bahwa para tersangka menggunakan berbagai modus untuk memperoleh lahan seluas sekitar 27 ribu meter persegi yang terletak di Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, dan Desa Bendosari, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.
Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menjelaskan bahwa para tersangka berhasil menipu para petani dengan memberikan uang muka dan rangkaian kebohongan, sehingga mereka bersedia menyerahkan sertifikat tanah.
“Dengan peran masing-masing, para tersangka menggerakkan korban untuk menyerahkan sertifikat dengan memberikan uang muka dan rangkaian kebohongan,” jelasnya.
Dirreskrimsus Kombes Pol Dwi Subagyo merinci peran masing-masing pelaku. AH, sebagai aktor intelektual, berpura-pura sebagai anak pengusaha rokok terkenal untuk membeli tanah seluas 26.933 meter persegi. DI menggunakan identitas palsu sebagai Edward Setiadi yang disebut sebagai pemodal, sementara NR mengaku sebagai notaris.
“Korban diberi uang muka Rp 10 juta untuk satu bidang tanah. Ada 11 korban, mereka petani,” ujar Kombes Pol Dwi Subagio.
Para pelaku kemudian membalik nama sertifikat tanpa izin pemilik menjadi atas nama AH. Sertifikat tersebut digunakan sebagai agunan kredit modal kerja oleh AH atas nama PT Citra Guna Perkasa di salah satu bank senilai Rp 25 miliar, jauh melebihi nilai tanah.
“Hal ini mengakibatkan kerugian pihak bank berupa kredit macet senilai Rp 25 miliar. Sedangkan para petani atau pemilik sertifikat mengalami kerugian total Rp 9 miliar. Total kerugian akibat perbuatan para pelaku sebesar Rp 34 miliar,” jelasnya.
Penanganan kasus ini dimulai sejak 2021, ketika kasus tersebut pertama kali dilaporkan. Dirreskrimsus mengungkapkan bahwa proses penyelidikan membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk menelusuri jaringan mafia tanah ini.
“Sejauh ini kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap 46 saksi dan 2 saksi ahli dari UI dan Undip,” tegasnya.
Para tersangka saat ini sudah berada dalam tahanan karena juga terjerat kasus lain yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng). AH bahkan telah beberapa kali menjadi tersangka dalam kasus kredit fiktif.
“AH memang berada di tahanan karena masih dalam proses hukum oleh kejaksaan,” tandasnya.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun dan Pasal 266 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Sumber: Bidhumas Polda Jateng, editor: eFHa.